Riset Inventure: Daya Beli Calon Kelas Menengah Nyaris Menurun Hingga 49%
Jakarta – Di tengah ketidakpastian ekonomi dan deflasi yang terjadi selama beberapa bulan terakhir, sebanyak 51% kelas menengah merasa tidak mengalami penurunan daya beli, sementara sebesar 49% merasa bahwa daya beli mereka menurun signifikan. Hal itu disampaikan oleh Yuswohady, Managing Partner Inventure dalam Press Conference Indonesia Industry Outlook 2025 dengan tema Indonesia Market Outlook 2025: Kelas Menengah Hancur, Masihkah Bisnis Mantul?
“Ada fakta penurunan daya beli kelas menengah, yakni sebesar 49%. Ini nyaris setengahnya. Tetapi, siapa saja mereka? Mereka adalah aspiring middle class,” kata Yuswohady.
Lebih jauh, riset yang diselenggarakan oleh Inventure dengan melibatkan 450 total responden juga mengungkap lebih dalam tentang kelas menengah yang mengalami penurunan daya beli ini. Dari angka 49% tadi, ternyata terbagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok aspiring middle class dan middle class.
Sebanyak 67% responden dari kelompok aspiring middle class ini melaporkan bahwa daya
beli mereka menurun, sedangkan untuk middle class hanya 47%. Artinya, aspiring middle class (kelas menengah bawah) adalah kelompok yang paling rentan terhadap penurunan daya beli dibanding kelas middle class. Ini menunjukkan bahwa tekanan ekonomi saat ini lebih dirasakan oleh kelompok aspiring middle class dibandingkan dengan kelas middle class.
Mereka merasa, tiga faktor utama yang membuat daya beli mereka turun adalah kenaikan harga kebutuhan pokok (85%), mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan (52%), serta pendapatan yang stagnan (45%).
Yuswohady menambahkan, bahwa banyak terjadi lipstick effect. Kondisi ini merujuk perubahan perilaku konsumen ketika menghadapi krisis ekonomi, yakni konsumen akan lebih bersedia membeli barang mewah yang lebih murah daripada menghabiskan Tabungan untuk sesuatu yang besar.
“Jadi di masa krisis, muncul namanya lipstick effect, orang akan cenderung spending ke hal-hal mewah tapi sifatnya lebih affordable. Misalnya, dine-out di mal,” kata Yuswohady.
Ini selaras dengan riset Inventure yang menyebutkan Di tengah ketidakstabilan ekonomi, banyak dari kelas menengah yang terpaksa memotong anggaran. Berdasarkan hasil riset pos pengeluaran yang paling besar dan prioritas dipangkas adalah salah satunya produk skincare premium.
Meskipun untuk produk skincare affordable masih tetap akan dipertahankan. Sementara menariknya di tengah penurunan daya beli, biaya untuk makan di luar merupakan pos pengeluaran yang paling kecil dipangkas dan tidak prioritas dipangkas, disusul pendidikan non-formal/tambahan.